1. Bersikap tawadhu dan tidak sombong dalan berjalan
Dada didabikkan, kepala yang agak diangkat, dan sikap berjalan
lain yang mencerminkan kesombongan tidaklah Allah redhai. Bahkan, sikap seperti
ini justru akan mendatangkan murka Allah.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang ertinya,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong.
Karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al Isra’: 37)
Demikian pula dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman yang ertinya,
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri.” (QS. Luqman: 18)
2. Tidak berjalan dengan memakai satu sandal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda yang ertinya,
“Sesungguhnya syaithan berjalan dengan satu sandal.”
(Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar dari shahabat Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kalian berjalan dengan satu
sandal. Hendaklah ia memakainya semua atau melepaskannya semua.” (HR. Al
Bukhari dan Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikianlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan
bahwa memakai satu sandal dalam berjalan adalah amalan syaithan. Sedangkan kita
diperintahkan untuk menyelesihi semua tindak tanduk syaithan. Sebab, syaithan
senantiasa berupaya untuk menyelisihi syariat Allah, dan mengajak manusia untuk
mengikutinya.
3. Sesekali bertelanjang kaki dalam berjalan
Berdasarkan perkataan Fudhalah radhiyallahu ‘anhu,
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami
agar kadang-kadang telanjang kaki (ketika berjalan).” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan
dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam silsilah Kitab Ash
Shahihah dan Kitab Shahih Sunan Abi Dawud)
4. Melakukan cara jalan yang baik dan meninggalkan cara jalan yang
tidak baik
Adapun berjalan yang baik adalah sebagai berikut.
a. Berjalan dengan cepat, tenang, dan baik.
Hal ini sebagaimana cara jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling cepat
jalannya, paling baik, dan tenang. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah
bercerita,
“Saya tidak pernah melihat orang yang paling gagah dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan matahari berjalan di
wajahnya, dan saya tidak pernah melihat seseorang yang paling cepat jalannya
daripada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, seakan-akan bumi terlipat untuk
beliau.” (HR. At-Tirmidzi)
Cepat dalam berjalan tidak bererti tergesa-gesa. Namun, cepatnya
jalan beliau menandakan kekuatan dan semangat ketika berjalan.
b. Berjalan tegak dan tidak membungkuk.
Demikianlah contoh cara berjalan yang baik. Sebagaimana ini
adalah cara jalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam orangnya berpostur
sedang, tidak tinggi ataupun pendek, fisiknya bagus. Warna kulitnya kecoklatan.
Rambutnya tidak keriting, juga tidak lurus. Apabila berjalan, beliau berjalan
dengan tegak.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Demikian pula hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Beliau berjalan dengan tegak layaknya orang yang sedang
menapaki jalan menurun.” (HR. At Tirmidzi)
c. Memosisikan badan condong ke depan.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Apabila
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan, beliau condong ke depan
seakan-akan beliau turun dari shabab (tempat yang tinggi).” (HR. Al Baihaqi
dalam Syu’abul Iman)
Jalan seperti ini adalah jalannya orang-orang yang memiliki
tekad dan keinginan yang kuat.
Adapun cara berjalan yang tidak baik, misalnya:
a. Banyak menoleh ke kanan dan ke kiri ketika berjalan.
Disebutkan dari riwayat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila beliau
berjalan, beliau tidak menoleh.” (HR. Al Hakim dishahihkan Al Albani dalam
Shahihul Jami’)
Banyak menoleh ketika berjalan adalah sifat orang yang bimbang,
takut, atau seorang pencuri. Sehingga amalan ini tidak berfaedah, bahkan
merupakan perkara yang tercela. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah
mengatakan,
“Dua perkara yang menggolongkanmu menjadi seorang yang dungu
atau bodoh; banyak menoleh dan bergegas dalam menjawab.” (Adab Asy Syar’iyyah)
Ibrahim An Nakhai rahimahullah juga mengatakan, “Bukan termasuk
sifat terhormat, banyak menoleh di jalan.”
Adapun menoleh karena kebutuhan, tentulah hal ini diperbolehkan.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah melakukannya.
Namun, termasuk adab pula adalah bila menoleh, hendaknya tidak hanya kepala,
tapi sertakan pula dengan badannya.
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila menoleh,
beliau menoleh dengan keseluruhan (badan) beliau.” (HR. Ahmad dalam Al Musnad
dan Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani
rahimahullah dalam Shahih Al Adabul Mufrad)
b. Bersikap lemah ketika berjalan.
Sikap lemah ketika berjalan adalah lawan dari sikap yang
ditunjukkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat. Oleh
karenanya, Aisyah radhiyallahu ‘anha mengingkari cara berjalan seperti ini, dan
membandingkan dengan cara berjalan Uman bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Beliau radhiyallahu ‘anha mengatakan,
“Dahulu Umar radhiyallahu ‘anhu adalah seorang pembaca (penghapal
Al Qur’an). Namun, bila berjalan ia cepat, bila berbicara terdengar, dan bila
memukul (menghukum) memberikan rasa sakit.” (Al Kaamil)
c. Berjalan meniru cara berjalan lawan jenis.
Meniru lawan jenis, baik dari gaya bicara, pakaian, sikap,
termasuk gaya berjalan, hukumnya haram. Berdasarkan keumuman larangan
menyerupai lawan jenis.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang
menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (HR. Al Bukhari
dari shahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu)
Nah, demikian sekelumit pembahasan hukum dan tata cara berjalan
yang baik dan benar. Semoga berfaedah. Amin.
Sumber: Majalah
Tashfiyah edisi 24 vol. 20/1434 H/2013 M, hal. 32-37.